Selasa, 22 April 2014

HAK CIPTA


          Setiap orang yang menciptakan karya tulis (karya ilmiah, program komputer, kesusasteraan, dsb.) dan karya artistik (drama, musik, film, dsb.) secara otomatis mendapatkan hak cipta. Hak cipta pertama kali mendapat perlindungan di tingkat internasional pada tanggal 9 September 1886 melalui Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works.
          Hak cipta terdiri dari hak ekonomi dan hak moral. Secara umum (terlepas dari isi perundang-undangan suatu negara), hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya ciptanya dan produk-produk terkait. Hak ekonomi meliputi hak untuk memperbanyak, mendistribusi, menterjemahkan, membuat adaptasi, membuat pertunjukan, dan memperagakan (display) suatu karya cipta. Hak moral terdiri dari paternity right (hak untuk diidentifikasi sebagai pengarang atau direktur suatu karya), integrity right (hak untuk menolak perubahan atas suatu karya), dan privacy right (hak pemanfaatan foto dan film)1.
          Hak ekonomi dapat dipindah tangankan ke pihak lain yang dapat juga memindahkannya ke pihak yang lain lagi. Hak ekonomi ada masa berlakunya, yaitu sampai sekian tahun (misalnya 50 tahun) sesudah penciptanya meninggal dunia. Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pengarangnya dan ahli warisnya, dan hal ini berlaku selamanya.
          Pada mulanya hak cipta, terutama hak ekonominya, diadakan untuk mendorong terjadinya penciptaan. Keuntungan ekonomi yang diperoleh diharapkan dapat membantu pencipta untuk terus berkarya. Namun dalam perjalanannya, hak cipta, terutama atas karya ilmiah, ternyata menimbulkan dampak yang negatif terhadap penyebaran dan perkembangan pengetahuan. Padahal dalam era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy), kemampuan untuk menciptakan dan menyebarkan pengetahuan ilmiah merupakan faktor penentu fun damental kemakmuran suatu bangsa2. Penciptaan pengetahuan itu sendiri juga sangat dipengaruhi oleh penyebaran pengetahuan (seberapa cepat pengetahuan baru tersebar dan seberapa mudah diaksesnya).
          Tulisan ini membahas dampak negatif dari hak cipta (terutama hak ekonominya) terhadap penyebaran pengetahuan, dan cara mengatasinya. Karena penyebaran dan pengembangan pengetahuan terjadi dan dilakukan bersama-sama oleh semua ilmuwan yang pernah, sedang, dan akan hidup di dunia, maka pembahasan dilakukan secara umum, dan tidak dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan suatu negara. Pembahasan juga akan dilakukan dalam konteks penyebaran pengetahuan ilmiah yang juga melibatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.
A.    HAMBATAN YANG DITIMBULKAN HAK CIPTA TERHADAP PENYEBARAN PENGETAHUAN
         Ada dua faktor yang membuat hak cipta karya ilmiah mengandung potential problems bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Pertama adalah karakter (nature) dari hak cipta itu sendiri. Hak cipta memberikan pemegangnya hak untuk mempengaruhi keseluruhan siklus pengetahuan, secara positif maupun negatif, langsung maupun tidak langsung.
          Siklus pengetahuan dimulai dari penciptaan pengetahuan (melalui berpikir analitis, kritis, konstruktif), perekaman (menulis), publikasi (mengumumkan, menyebarkan), akses (pencarian dan penelusuran informasi), penggunaan (memilih, membaca, mencatat), sampai ke penciptaan kembali.
          Dalam pelaksanaannya, setiap tahap tersebut, langsung maupun tidak langsung, bersinggungan dengan hak cipta (hak ekonomi maupun moral). Misalnya, penciptaan bisa terjadi kalau si pencipta mempunyai kemudahan akses ke sumber yang lengkap. Pada waktu menulis (menyadur, menterjemahkan, memodifikasi, dsb.), penulis harus memperhatikan hak cipta (hak ekonomi dan hak moral) penulis dokumen yang digunakannya. Pada waktu publikasi karyanya, penulis harus memperhatikan sejauh mana dia akan melepaskan hak ekonominya dan apa konsekuensinya. Pada waktu publikasi karya orang lain, seseorang harus memperhatikan sejauh mana dia boleh memfotokopi, menyediakan ’link’ ke karya tersebut. Demikian seterusnya. Karena itu, Penciptaan Menulis Membaca Publikasi Akses pemberlakuan hak cipta yang berlebihan bisa menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
          Faktor kedua yang bisa meningkatkan potensi masalah yang ditimbulkan oleh hak cipta adalah, karena penulis dan pengguna karya ilmiah seringkali adalah individu yang sama. Akibatnya, pelaksanaan hak cipta memberi dampak ‘pedang bermata dua’ pada mereka, bukan hanya dalam kasus pemanfaatan karya orang lain, tetapi juga karya sendiri; baik pada waktu hak itu dipegang sendiri dan terlebih lagi bila diserahkan ke penerbit komersial.
          Penyebaran pengetahuan ilmiah mulai dari pencipta sampai ke pengguna melibatkan banyak pihak, yaitu pencipta (penulis), penerbit (termasuk secondary publisher), penyalur (toko buku, perpustakaan, dsb.), dan pengguna.

PENULIS MENYERAHKAN HAK CIPTA KE PENERBIT  
          Di Indonesia, penulis artikel jurnal biasanya menyerahkan hak ciptanya kepada penerbit, secara gratis atau hampir gratis (penulis hanya mendapat honor sekadarnya). Di negara maju, terutama untuk jurnal ilmiah bereputasi internasional, penulis bahkan harus membayar tidak sedikit (dalam rupiah) untuk setiap artikel yang dimuat di jurnal tersebut, meskipun hak ciptanya diserahkan ke penerbit. Dalam hal buku, biasanya penulis mendapat royalti dari penyerahan hak ciptanya.
          Ada beberapa kepentingan yang melatar belakangi praktek tersebut di atas, sehingga penyerahan hak cipta ke penerbit bisa berlangsung sampai sekarang meskipun si penulis tidak mendapatkan keuntungan materi. Kepentingan penulis. Salah satu hal yang menyebabkan penulis dengan mudah menyerahkan hak ciptanya kepada penerbit adalah karena mereka (dosen, peneliti, mahasiswa, dsb.) umumnya lebih mementingkan penyebaran karyanya seluas-luasnya, daripada manfaat ekonominya. Di samping itu, ada keharusan untuk menerbitkan buku dengan ISBN atau di jurnal yang mempunyai reputasi (scholarly journal, terutama yang peer-reviewed) agar persyaratan kenaikan pangkat (sebagai peneliti atau dosen) yang diberlakukan oleh organisasi induknya dapat dipenuhi. Penerbitan ini juga untuk meningkatkan reputasi mereka. Kepentingan penerbit. Penerbit mempunyai kepentingan untuk menyebarkan suatu karya sambil mendapatkan keuntungan materi dari kegiatan  tersebut. Untuk itu, penerbit meningkatkan kualitas isi dan tampilan suatu tulisan, dan mendistribusikannya dalam jumlah besar dan cakupan geografis yang luas. Penerbit meningkatkan kualitas suatu karya dengan cara menyediakan peer reviewer, editor, perancang layout dan sampul depan, dsb. Dengan demikian, mereka mempunyai modal (power) untuk menolak atau menerima suatu karya untuk diterbitkan. Pertimbangan penerbit bisa dari segi komersial dan/atau mutu. Penerbit bahkan bisa meminta penulis yang sudah dikenal untuk menulis topik yang menurut mereka mempunyai nilai jual yang tinggi.
          Kepentingan pengguna. Penyerahan hak cipta ke penerbit memudahkan pengguna pada saat ingin memperbanyak, mendistribusi, menterjemahkan, membuat adaptasi, membuat pertunjukan, atau memperagakan (display) suatu karya cipta. Mereka tidak harus susah-payah menghubungi penulisnya yang biasanya alamatnya lebih sulit diperoleh dibandingkan dengan alamat penerbit.
          Melihat uraian di atas, nampaknya tidak ada permasalahan yang ditimbulkan oleh penyerahan hak cipta kepada penerbit. Apakah demikian? Ternyata tidak demikian kenyataannya, terutama kalau hal ini dilihat dari akumulasi pengetahuan yang sudah berlangsung begitu lama, dan melibatkan penulis yang pernah, sedang dan akan hidup di muka bumi ini.
B.     PENERAPAN HAK CIPTA DI ERA KEMAJUAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI
          Di era kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini, publikasi, alih media, dan penyebaran informasi bisa dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dan ke mana saja. Selesai menulis, meskipun baru berupa draft pertama, penulis dapat segera menaruhnya di suatu situs, webblog, ataupun milis. Melalui sarana ini, penulis bisa meminta masukan dari pembaca yang berasal dari pelbagai bangsa dan disiplin ilmu. Penulis dengan mudah bisa merevisi publikasinya, kapan saja (tidak harus menunggu sampai karya tersebut beredar selama 1 tahun misalnya, atau sesudah cetakan pertamanya habis terjual). Di samping itu, penulis dan setiap orang yang mengetahuinya, dapat menyebarkan alamat dokumen tersebut melalui milis atau email pribadi. Dokumen tersebut pun dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja.
          Praktek tersebut di atas, yang disebut dengan open access, sudah merupakan perkara biasa di dunia maya. Hal ini sudah terbukti mempercepat penyebaran dan pemanfaatan karya ilmiah. Menurut Sahu, Gogtay, & Bavdekar (2005), open access memperbaiki tingkat kutipan (citation rates) di bidang fisika, matematika, dan astronomi6. Penelitian mereka terhadap sebuah jurnal multi-disiplin yang mengadopsi open access (OA) setelah 10 tahun terbit (setelah tahun 2000), menemukan antara lain, bahwa tidak satu pun artikel yang dipublikasikan sebelum OA dikutip pada tahun terbit. Sebaliknya, artikel yang dipublikasikan setelah OA, yaitu tahun 2002, 2003, dan 2004, dikutip 3, 7, dan 22 kali berturut-turut pada tahun terbit7.
          Dengan bantuan teknologi, sepanjang tidak dibatasi oleh hak cipta (terutama hak ekonomi), percepatan penyebaran dan pemanfaatan pengetahuan bisa dengan mudah berlangsung tidak hanya di dalam disiplin ilmu yang sama, tetapi juga lintas disiplin. Kolaborasi ilmiah bisa berlangsung dengan mudah secara lintas batas geografi, waktu, disiplin, hirarkhi sosial, dan budaya. Kemudahan ini sangat mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan.
          Pertanyaannya sekarang adalah: apakah kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini harus dihambat oleh hak cipta baik yang dipegang oleh penulis maupun penerbit? Apalagi penerapan hak cipta bisa berdampak seperti ’pedang bermata dua’ bagi penulis dan pengguna, bukan hanya dalam kasus pemanfaatan karya orang lain, tetapi juga karya sendiri.
          Sebetulnya, pertanyaan yang mendasar adalah apakah masih dapat dibenarkan pemberlakuan hak cipta yang jangka waktunya begitu lama kalau memang perkembangan ilmu pengetahuan menjadi kepedulian utama semua pihak? Apalagi sampai memberlakukan harga yang begitu tinggi untuk lisensi setiap tahun per pengguna untuk dokumen elektronik yang tidak dapat diakses lagi pada saat sudah tidak dilanggan.
          Sebetulnya, dasar pemberlakuan hak cipta adalah bahwa penulis perlu mendapat insentif untuk keorisinilan karyanya. Namun pertanyaannya adalah: siapakah sesungguhnya penulis suatu karya ilmiah?
          Pengembangan ilmu pengetahuan merupakan usaha kolektif yang melibatkan ilmuwan yang hidup sejak dahulu sampai yang akan datang, karena pengembangan pengetahuan senantiasa (harus) didasarkan pada penemuan-penemuan terdahulu. Dalam kenyataannya pun, suatu karya ilmiah jarang merupakan karya murni (utuh) penulisnya. Di dalamnya ada banyak pemikiran orang lain. Mungkin hanya sekian persen saja dari suatu karya merupakan hasil dari penulisnya (kecuali hasil penelitian yang berdasarkan eksperimen di laboratorium). Hasil penelitian tentang gaya hidup anak jalanan, misalnya, apalagi dengan menggunakan metode kualitatif, sebenarnya merupakan hasil bersama antara peneliti, anak jalanan (subyek penelitian), informan lainnya, dan penulis yang karyanya digunakan oleh si peneliti dalam penelitiannya. Dalam kenyataannya juga, bahkan pengguna turut memberikan sumbangan pemikiran dalam penerbitan suatu karya (dengan cara memberikan opini secara lisan maupun tertulis, melalui Internet atau dalam seminar, dsb.).
1.      Hak cipta direduksi menjadi hak moral
Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut di atas adalah pemberlakuan hak cipta hanya sebatas hak moralnya. Dengan demikian siapa pun bisa mereproduksi, mengalihmediakan, dan menyebarkan suatu karya ilmiah, sepanjang bukan untuk tujuan komersial. Dengan demikian, jalur penyebaran informasi bisa lebih dipersingkat dengan memindahkan kendali penyebaran karya ilmiah dari penerbit ke penulis dan masyarakat, dan mengurangi proses publikasi yang lama dan biaya yang mahal. Monopoli hak cipta pun terhindari. Hak cipta jenis ini sudah diberlakukan oleh gerakan Open Access (OA)
2.     Hak cipta diberlakukan secara utuh tetapi tidak eklusif  
Dalam hal ini, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral. Namun siapapun yang memegangnya (penulis maupun penerbit), hak cipta (terutama hak ekonominya) tersebut tidak berlaku eksklusif dan dapat digunakan oleh siapa saja yang mempunyai dokumen yang bersangkutan, sepanjang tidak untuk tujuan komersial.
Dengan demikian, meskipun hak cipta sudah diserahkan ke penerbit, penulis bisa dengan leluasa memberikan hak ciptanya ke pihak lain lagi dengan atau tanpa royalti. Penulis juga bisa dengan bebas mereproduksi, mengalihmediakan, dan mendistribusikan karyanya, di mana saja dan kapan saja. Penulis dapat menerbitkan karya yang sama dilebih dari satu media sepanjang media-media tersebut tidak berkeberatan mengenai hal ini, dan situasi ini dinyatakan dengan jelas di dalam publikasinya. Konsumen juga bisa memilih antara mendapatkan akses suatu karya melalui penerbit atau penulis atau melalui cara lain (misalnya dengan memfotokopi dari perpustakaan atau rekan sekerja).
3.     Hak cipta diberlakukan secara utuh dan eksklusif tetapi dalam jangka waktu yang terbatas
Yang dimaksudkan dengan hal ini adalah, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral, dan berlaku eksklusif bagi pemegangnya, namun jangka waktu berlaku hak ekonominya hanya 1-2 tahun (tergantung sejauh mana perkembangan pengetahuan akan ’dihambat’ demi pengumpulan keuntungan ekonomi). Sesudah jangka waktu tersebut berlalu, maka hak cipta utuh namun tidak eksklusif yang berlaku (lihat no. 2). Dengan perkataan lain, monopoli hak cipta hanya terjadi dalam waktu yang sangat terbatas.
4.     Pilihan diserahkan pada pemilik hak cipta  

Negara atau komunitas yang memilih pengaturan hak cipta jenis ini, membiarkan para pelaku komunikasi ilmiah memilih sendiri di antara 3 pilihan tersebut di atas. Tugas pemerintah adalah menyediakan aturan permainannya. Pilihan apa pun yang diambil harus dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan perkembangan dan mutu ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar